Selasa, 04 Desember 2012

Inilah Monorel Karya Anak Dalam Negeri



     Anda tentu ingat slogan sedikit bicara banyak bekerja. Setidaknya slogan itu dipercayai pakar Teknik Konstruksi dan Mesin jebolan Universitas Indonesia Kusnan Nuryadi. Dia risih saban menghadiri diskusi dan pertemuan membahas problem transportasi dan kemacetan jakarta. Sebab kesimpulanya, hanya sebatas menampung keluhan tanpa usaha nyata.

     Celakanya, kadang ujung dari diskusi hanya menelorkan rekomendasi studi banding ke luar negeri. Lalu pulangnya membeli produk asing tanpa mau menggali potensi di dalam negeri. "Padahal seharusnya kemacetan Jakarta membuat kita kreatif dan mencari solusinya," ujarnya saat ditemui merdeka.com di kantornya, Tambun, Bekasi, Jawa Barat, Selasa siang pekan lalu.

     Kusnan menilai, pejabat Indonesia sejak dulu tidak percaya diri dengan potensi dan karya anak negeri. Contohnya proyek monorel Pemerintah DKI Jakarta pada 2004 mandek total lima tahun berikutnya. Teknologi monorel digunakan saat itu diimpor dari Jepang, mulai dari gerbong kereta, sistem kelistrikan, sinyal komunikasi, hingga sistem tiket penumpang. 

     Sayang realisasi pembangunan itu mangkrak tiga tahun lalu karena masalah pendanaan. Mau tidak mau, konstruksi lintasan tiang beton sudah terpacak di Jalan Asia Afrika (Semayan) dan Jalan H.R. Rasuna Said (Kuningan) mangkrak. Beton tak terawat, besi berkarat. Padahal PT Adhi Karya, investor proyek, sudah mengeluarkan biaya besar untuk membuat tiang-tiang beton itu.

     Mahalnya pembuatan monorel, konon disebut-sebut mencapai Rp 6,5 triliun, membuat Kusnan merancang sendiri monorel lokal, plus segala perlengkapan agar biaya lebih hemat. Sebab dia yakin mahalnya biaya monorel akan menjadi kendala pembelian dan realisasi proyek. Apalagi masalah macet ini kian kronis, tidak hanya terjadi di Jakarta, melainkan di kota lain seperti Surabaya di Jawa Timur.

     Maka sejak 2009, menggandeng PT Melu Bangun Wiweka (MBW), dia mulai merancang monorel murah, namun tidak murahan. Dia memadukan teknologi kereta satu rel dari semua negara pemakai angkutan jenis ini, mulai Jerman, Jepang, hingga Amerika Serikat. Dia datang ke sana langsung memantau teknologi digunakan para teknisi, termasuk mencatat biaya pembuatan.

     Bukan cuma perkara teknologi, dia juga mempelajari sistem tiket, memantau kondisi penumpang, pengelolaan stasiun, hingga depo perawatan kereta. Hasilnya, dari dua model monorel digunakan di dunia, yakni model pelana kereta berjalan di atas rel dan model menggantung di bawah rel, dia merasa model pelana lebih cocok untuk Indonesia.

     Kusnan dan timnya akhirnya benar-benar merancang desain baru tahun itu juga. Rancangan monorel buatannya dilabeli Urban Transit Monorel (UTM-125). Rancangan teknologi kereta satu rel itu buah dari perpaduan teknologi Jerman dan Jepang. Misalnya, untuk sistem pendorong dan peluncur. Alasannya, dua negara itu selama ini terus mengembangkan kereta angkut massal dalam kota. 

     Bedanya, kata dia, monorel Jerman dikenal nyaman bagi penyandang cacat, sedangkan Jepang terlalu sesak bagi penumpang. Namun demikian, untuk bahan gerbong, dia memproduksi sendiri dari bahan baku lokalan dengan harga lebih murah. Untuk spesifikasi prototipe monorel kereta, lebarnya hanya 2,5 meter atau selebar bus Trans Jakarta.

     Prototipe baru dibuat dua tahun lalu, lengkap dengan trek lintasan sepanjang 50 meter.Merdeka.com sempat berkunjung ke sana, lalu diajak oleh Kusnan mencoba naik monorel. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo bersama mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga mencoba kenyamanan kereta monorel itu.

     "Kami sudah siap produksi, tinggal menunggu uji kelayakan dan pesanan konsumen saja. Pak Jusuf Kalla juga berminat memesan untuk angkutan di Makassar," ujarnya.

TIKET PESAWAT PROMO DAN TERMURAH INDONESIAKLIK DISINI 
DAFTAR AGEN TOUR DAN TRAVEL TERMURAH SEINDONESIA KLIK DISINI 
PENGEN LAPTOP ATAU GADGET MURAH KLIK DISINI 
PENGEN COBA BISNIS PULSA GRATIS KLIK DISINI 
AYO DAPAT UANG GRATIS KLIK DISINI

0 komentar:

Posting Komentar