Rabu, 27 November 2013

Penyitaan Aset Penunggak Pajak di Papua


Wilayah Papua dikenal kaya dengan sumber daya alamnya. Minyak dan gas bumi sudah lama disedot sejak zaman pendudukan Belanda. Demikian juga barang tambang berupa emas dan tembaga yang sudah puluhan tahun dikeruk. Tak ketinggalan, jutaan kubik kayu dari hutan yang menutupi pulau di timur Indonesia itu.

Sumber daya alam yang melimpah inilah yang seharusnya mendatangkan pemasukan bagi negara berupa pajak. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sorong terus berupaya menggali potensi di wilayahnya. Penagihan aktif kepada para penunggak pajak di Papua pun dilakukan demi mencapai target penerimaan negara dari sektor pajak.

Salah satu keberhasilan KPP Pratama Sorong dalam melakukan penagihan aktif kepada PT RKA yang menunggak utang pajak dengan total mencapai Rp 140 miliar. KPP Pratama Sorong juga berhasil menyita kayu-kayu yang selama ini ada di Bintuni. Kasus ini pertama kali diketahui oleh jurusita KPP Pratama Sorong, Edi Supriyanto dan Sujarwo Adi.

Edi menceritakan, pada tahun 2011 dia mendapati ada dua wajib pajak yang tunggakan pajaknya sangat besar. "Kedua wajib pajak itu adalah PT RKA dan PT PA. Pemiliknya adalah KJM dan tercatat sebagai wajib pajak di KPP Pratama Sorong," kata Edi. Kedua perusahaan itu sudah beroperasi sejak tahun 1995 dengan total wilayah HPH mencapai 450 ribu hektare lebih di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.

Namun belakangan status HPH kedua perusahaan itu telah dicabut dan tidak beroperasi lagi. Sebagian lahan mereka dikuasai oleh para eks karyawan yang menuntut hak dan gajinya serta pesangon yang belum dibayarkan perusahaan. Berdasarkan tagihan pajak terakhir di tahun 2007, tagihan PT RKA mencapai Rp 72 miliar dan PT PA mencapai Rp 68 miliar.

"Kami kemudian mencari tahu di mana kantor perusahaan itu untuk meminta penjelasan." kata Edi. Berbekal surat tugas dari Ditjen Pajak, penelusuran pun dilakukan Edi dan Adi hingga menemukan kantor pusat kedua perusahaan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Setelah melalui rangkaian pertemuan dengan perwakilan pihak perusahaan pada Maret 2011, akhirnya diketahui jika kedua perusahaan itu masih memiliki aset-aset yang bisa disita untuk melunasi utang pajaknya.

"Diketahui ada total 13.935 batang kayu bulat jenis merbau atau sekitar 59.337 m3 hasil tebangan tahun 2002 dan 2005 yang masih tersebar di beberapa lokasi di Bintuni," kata Edi. Atas perintah Kepala KPP Pratama Sorong, Edi dan Adi dibantu beberapa petugas pajak di seksi penagihan kemudian menelusuri keberadaan kayu tersebut."Kayu-kayu itu akan disita dan dilelang dan uangnya disetor ke kas negara," pungkas Edi.

Selain itu, KPP Pratama Sorong akan mengusahakan dan menggalakkan verifikasi pemeriksaan dan penelitian oleh Account Representative (AR) dan para fungsional pemeriksa pajak. Tentu saja kita tidak dapat melupakan pentingnya peran juru sita dalam melakukan penagihan aktif kepada wajib pajak yang masih menunggak pembayaran pajaknya.

Sumber

0 komentar:

Posting Komentar