Anda tentu ingat slogan
sedikit bicara banyak bekerja. Setidaknya slogan itu dipercayai pakar Teknik
Konstruksi dan Mesin jebolan Universitas Indonesia Kusnan Nuryadi. Dia risih
saban menghadiri diskusi dan pertemuan membahas problem transportasi dan kemacetan
jakarta. Sebab kesimpulanya, hanya sebatas menampung keluhan tanpa usaha nyata.
Celakanya,
kadang ujung dari diskusi hanya menelorkan rekomendasi studi banding ke luar
negeri. Lalu pulangnya membeli produk asing tanpa mau menggali potensi di dalam
negeri. "Padahal seharusnya kemacetan Jakarta membuat kita kreatif dan
mencari solusinya," ujarnya saat ditemui merdeka.com di
kantornya, Tambun, Bekasi, Jawa Barat, Selasa siang pekan lalu.
Kusnan
menilai, pejabat Indonesia sejak dulu tidak percaya diri dengan potensi dan
karya anak negeri. Contohnya proyek monorel
Pemerintah DKI Jakarta pada 2004 mandek total lima tahun berikutnya. Teknologi monorel digunakan saat itu diimpor dari
Jepang, mulai dari gerbong kereta, sistem kelistrikan, sinyal komunikasi,
hingga sistem tiket penumpang.
Sayang
realisasi pembangunan itu mangkrak tiga tahun lalu karena masalah pendanaan.
Mau tidak mau, konstruksi lintasan tiang beton sudah terpacak di Jalan Asia
Afrika (Semayan) dan Jalan H.R. Rasuna Said (Kuningan) mangkrak. Beton tak
terawat, besi berkarat. Padahal PT Adhi Karya, investor proyek, sudah mengeluarkan
biaya besar untuk membuat tiang-tiang beton itu.
Mahalnya
pembuatan monorel, konon
disebut-sebut mencapai Rp 6,5 triliun, membuat Kusnan merancang sendiri monorel lokal, plus segala perlengkapan
agar biaya lebih hemat. Sebab dia yakin mahalnya biaya monorel akan menjadi kendala pembelian dan realisasi proyek.
Apalagi masalah macet ini kian kronis, tidak hanya terjadi di Jakarta,
melainkan di kota lain seperti Surabaya di Jawa Timur.
Maka sejak
2009, menggandeng PT Melu Bangun Wiweka (MBW), dia mulai merancang monorel murah, namun tidak murahan. Dia
memadukan teknologi kereta satu rel dari semua negara pemakai angkutan jenis
ini, mulai Jerman, Jepang, hingga Amerika Serikat. Dia datang ke sana langsung
memantau teknologi digunakan para teknisi, termasuk mencatat biaya pembuatan.
Bukan cuma
perkara teknologi, dia juga mempelajari sistem tiket, memantau kondisi
penumpang, pengelolaan stasiun, hingga depo perawatan kereta. Hasilnya, dari
dua model monorel digunakan di
dunia, yakni model pelana kereta berjalan di atas rel dan model menggantung di
bawah rel, dia merasa model pelana lebih cocok untuk Indonesia.
Kusnan dan
timnya akhirnya benar-benar merancang desain baru tahun itu juga. Rancangan
monorel buatannya dilabeli Urban Transit Monorel
(UTM-125). Rancangan teknologi kereta satu rel itu buah dari perpaduan
teknologi Jerman dan Jepang. Misalnya, untuk sistem pendorong dan peluncur.
Alasannya, dua negara itu selama ini terus mengembangkan kereta angkut massal
dalam kota.
Bedanya,
kata dia, monorel Jerman dikenal
nyaman bagi penyandang cacat, sedangkan Jepang terlalu sesak bagi penumpang.
Namun demikian, untuk bahan gerbong, dia memproduksi sendiri dari bahan baku
lokalan dengan harga lebih murah. Untuk spesifikasi prototipe monorel kereta, lebarnya hanya 2,5
meter atau selebar bus Trans Jakarta.
Prototipe
baru dibuat dua tahun lalu, lengkap dengan trek lintasan sepanjang 50 meter.Merdeka.com sempat
berkunjung ke sana, lalu diajak oleh Kusnan mencoba naik monorel. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo bersama
mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga mencoba kenyamanan kereta monorel itu.
"Kami
sudah siap produksi, tinggal menunggu uji kelayakan dan pesanan konsumen saja.
Pak Jusuf Kalla juga berminat memesan untuk angkutan di Makassar," ujarnya.
DAFTAR AGEN TOUR DAN TRAVEL TERMURAH SEINDONESIA KLIK DISINI
PENGEN LAPTOP ATAU GADGET MURAH KLIK DISINI
PENGEN COBA BISNIS PULSA GRATIS KLIK DISINI
AYO DAPAT UANG GRATIS KLIK DISINI
0 komentar:
Posting Komentar