Epilepsi merupakan salah satu
penyakit yang berhubungan dengan saraf otak. Sampai saat ini pihak kedokteran
masih merasa sulit mengenali gejala penyakit epilepsi ini, umumnya penyakit epilepsi
diketahui gejalanya seperti kejang-kejang, padahal kejang bukanlah satu-satunya gejala dari penyakit ini.
Kejang seringkali salah
diartikan sebagai gejala epilepsi.
Padahal, tidak semua kejang merupakan manifestasi klinis dari penyakit yang
sering disebut ayan ini. Menurut dokter spesialis saraf Departemen Neurologi
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Suryani Gunadharma, masih banyak ditemui
kesalahan diagnosa untuk penyakit epilepsi.
"Hal ini mengakibatkan, orang yang sebenarnya bukan
penyandang epilepsi menerima
pengobatan epilepsi, sebaliknya
penyandang epilepsi malah tidak
diobati," tutur Suryani dalam acara World Purple Day 2013 dengan tema
'Mari Peduli Epilepsi!' Rabu
(20/3/2013) di Jakarta.
Kesalahan diagnosa ini juga berdampak sulitnya menentukan angka
prevalensi penyakit epilepsi di
Indonesia, bahkan di dunia. Namun menurut data Perhimpunan Penanggulangan Epilepsi di Indonesia (PERPEI),
diperkirakan epilepsi menyerang
sekitar 1 persen penduduk dunia. Di Indonesia sendiri diperkirakan penyandang epilepsi mencapai 1-2 juta jiwa.
Epilepsi merupakan penyakit
yang disebabkan adanya muatan listrik berlebihan di otak karena terjadinya
terlalu aktifnya otak mengirimkan sinyal. Biasanya keadaan ini disebut dengan
istilah bangkitan. Namun bangkitan yang terjadi hanya sekali bukanlah epilepsi.
"Baru bisa dikatakan epilepsi
jika bangkitan memiliki tendensi untuk terjadi berulang," ujar Suryani.
Bangkitan dapat menimbulkan manifestasi klinis, salah satunya
kejang. Namun kejang bukan merupakan satu-satunya manifestasi.
"Manifestasi klinis epilepsi
tergantung dari bagian otak mana yang terkena bangkitan," jelasnya.
Suryani menjelaskan, jika yang terkena bangkitan adalah lobus
frontal, maka manifestasinya meliputi gangguan memori, emosi, konsentrasi,
gerakan, keputusan. Sedangkan pada lobus parietal, berupa gangguan rasa yang
mengakibatkan penyandang merasa kebas di bagian badan tertentu. Pada lobus
oksipital, manfestasinya akan mengakibatkan gangguan penglihatan.
Pada lobus temporal, penyandang epilepsi mengalami gangguan mendengar, memori dan tingkah laku.
"Jika bangkitan terjadi pada lobus temporal maka penyandang epilepsi memiliki khayalan-khayalan
yang tinggi seperti pergi ke suatu tempat yang baru atau bertemu orang-orang
yang sudah meninggal," tutur Suryani.
Bangkitan dapat terjadi di otak secara parsial, namun ada juga yang keseluruhan. Bangkitan pada keseluruhan otak inilah yang biasanya menimbulkan kejang hingga tak sadarkan diri.
Bangkitan dapat terjadi di otak secara parsial, namun ada juga yang keseluruhan. Bangkitan pada keseluruhan otak inilah yang biasanya menimbulkan kejang hingga tak sadarkan diri.
Namun ada pula gejala penyakit lain yang mirip dengan epilepsi. Oleh karena itu, kata
Suryani, penting untuk melakukan pemeriksaan yang menyeluruh untuk memastikan
diagnosa yang tepat yang menunjang pengobatan. "Dengan pengobatan yang
tepat, epilepsi dapat dikontrol,"
pungkasnya.
0 komentar:
Posting Komentar